GAJAH MADA

Wanita di Mata Mahapatih Gajah Mada


Untuk mewujudkan keinginanku atas Majapahit yang besar, aku bersumpah akan menjauhi hamukti wiwaha sebelum cita-citaku dan cita-cita kita bersama itu terwujud. Aku tidak akan bersenang-senang dahulu. Aku akan tetap berprihatin dalam puasa tanpa ujung semata-mata demi kebesaran Majapahit. Aku bersumpah untuk tidak beristirahat. Lamun huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasek, sama ingsun amukti palapa.
Mengerikan betul sumpah yang diucapkan Gajah Mada di depan Bale Manguntur ketika dilakukan pelantikannya menjadi Sang Mahapatih Majapahit mendampingi Sri Gitarja Tribhuanatunggadewi Jayawisnuwardhani dan Dyah Wiyat Rajadewi Maharajasa. Sumpah ini kemudian terkenal dengan Sumpah Palapa. Bagaimana tidak, negarawan sejati ini bersumpah tidak akan bersenang-senang dalam puasa tanpa ujung sebelum seluruh Nusantara berada di bawah kebesaran Majapahit.
Membaca biografinya yang ditulis dalam bentuk novel sejarah oleh Langit Kresna Hadi (Gajah Mada: Hamukti Palapa, Solo: Tiga Serangkai), terbayang di benak saya figur seorang Gajah Mada yang baginya kepentingan negara ditempatkan diatas kepentingan pribadi dan kelompok. Ia rela membunuh bibit-bibit yang bisa mengacaukan langgengnya pemerintahan kelak. Bahkan kalau perlu, ia bisa mencabut nyawanya sendiri demi kepentingan negara. Saya menduga, kasus Perang Bubat diujung kejayaan Majapahit yang merenggangkan hubungannya dengan Prabu Brawijaya juga didasari oleh kepentingan negara tersebut.
Satu pertanyaan penting di benak saya ketika menyusuri figur Gajah Mada. Apa yang menyebabkan Gajah Mada mampu mengemban sumpahnya? Konsep dan prinsip hidup seperti apa yang mendasari Gajah Mada bersumpah seperti itu? Mungkin salah satu sebabnya bisa dipetik dari konsep anehnya mengenai Wanita. Berikut kutipan dialog antara Gajah Mada dengan Mahapatih Arya Tadah tentang isteri. Meskipun ini hanya rekaan fiksi, tetapi tentunya Pak Langit telah melakukan riset sehingga konsep Gajah Mada tentang wanita sangat masuk akal dengan sumpah palapa-nya.
“Perempuan adalah sumber kelemahan bagiku, Paman! Yang jika aku layani, akan menjadi penghambat semua gerak langkahku. Ke depan, aku tak ingin terganggu oleh hal sekecil apapun. Padahal, ke depan, Majapahit membutuhkan para lelaki perkasa, membutuhkan laki-laki yang tangguh, tidak takut darah tumpah dari tubuhnya, dibutuhkan laki-laki pilih tanding yang berani berkorban dan tidak terikat oleh waktu”. Bagaimana seorang laki-laki bisa bebas dan berani meluaskan wilayah Majapahit, yang untuk keperluan itu mungkin harus dengan pergi bertahun-tahun jika ia terikat oleh seorang isteri, terikat oleh anak atau keluarga. “Bagaimana aku bisa mewujudkan semua impianku itu jika aku terganggu makhluk perempuan bernama isteri, yang merengek merajuk. Isteri atau perempuan bagiku tidak ubahnya rasa lapar dan haus yang harus dilawan.”
Waktu saya membaca paragraf ini saya terhenyak. Saya sangat terkesan dengan prinsip Gajah Mada itu. Dan ketika saya lupa untuk mereview buku ini, kesan ini perlahan mengendap dan diganti oleh lembar-lembar buku yang saya baca berikutnya, sampai saya membaca buku Musashi karangan Eiji Yoshikawa. Musashi, dalam menempuh Jalan Pedang, ternyata memiliki prinsip tentang perempuan yang mirip dengan Gajah Mada. Dan itu membuat saya kembali membuka buku Gajah Mada dan menulis apa yang dulu ingin saya tulis di sini. Tentang konsep Musashi, saya akan menulisnya terpisah, setelah ini. :)

http://blog.galihsatria.com/2008/05/27/wanita-di-mata-mahapatih-gajah-mada/



Gajah Mada

According to the Nagarakertagama, and supported by inscriptions dating from the late 13th and early 14th centuries, Raden Wijaya Sri Kertarajasa Jayawardhana married the four daughters of Kertanagara. From his eldest and principal queen, Dyah Dewi Tribhuwaneshwari, was born a son, Jayanagara, who succeeded to the throne on his father's death in 1309.
During the reigns of both Kertarajasa and Jayanagara the focus was on the establishment of stability within the new state. Numerous uprisings occurred, all of which were put down successfully, though not without cost of lives. Then, in 1328, Jayanagara was assassinated. It is said that he was overprotective towards his two half sisters, born from Kertarajasa's youngest queen, Dyah Dewi Gayatri. Complaints lodged by the two young princesses led to the intervention of Gajah Mada, the talented minister who was later to take Majapahit to the height of its glory. He arranged for a surgeon to murder the king while pretending to perform an operation
With the death of Jayanagara the throne of Majapahit was without a direct male heir. The position was occupied instead by the eldest of the deceased king's two sisters, Tribhuwana Wijayatungga Dewi, who ruled until 1350. By that time her son, Hayam Wuruk, who had been born in 1334, became old enough to take over. During his reign, as well as that of his mother, effective power was in the hands of Gajah Mada, who had been appointed prime minister and commander-in chief.
Gajah Mada stands among the greatest of Indonesia's heroes. From the time when he swore his famous oath of allegiance, the Sumpah Palapa, until his death in 1364, a period of just 28 years, he succeeded in spreading the power and influence of Majapahit throughout the archipelago, and even beyond the boundaries of the present day Republic of Indonesia.


The waterfall Madakaripura, to the south of Probolinggo, is believed to have been a part of an area of land granted to Gajah Mada by Hayam Wuruk. According to tradition, it was here that Gajah Mada formulated his famous oath of allegiance, the Sumpah Palapa, in which be vowed to unite the Indonesian archipelago.

 
http://www.eastjava.com/books/majapahit/html/gajah.html

Gajah Mada

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Gajah Mada
Gajah Mada

Mahapatih Majapahit
Masa jabatan
k.1334 – k.1359
Monarki Tribhuwana Wijayatunggadewi, Hayam Wuruk
Pendahulu Arya Tadah (Mpu Krewes)
Pengganti 6 mahamantri agung

Meninggal 1364
Belum teridentifikasi
Kebangsaan Majapahit
Gajah Mada (wafat k. 1364) adalah seorang panglima perang dan tokoh yang sangat berpengaruh pada zaman kerajaan Majapahit. Menurut berbagai sumber mitologi, kitab, dan prasasti dari zaman Jawa Kuno, ia memulai karirnya tahun 1313, dan semakin menanjak setelah peristiwa pemberontakan Ra Kuti pada masa pemerintahan Sri Jayanagara, yang mengangkatnya sebagai Patih. Ia menjadi Mahapatih (Menteri Besar) pada masa Ratu Tribhuwanatunggadewi, dan kemudian sebagai Amangkubhumi (Perdana Menteri) yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya.
Gajah Mada terkenal dengan sumpahnya, yaitu Sumpah Palapa, yang tercatat di dalam Pararaton. Ia menyatakan tidak akan memakan palapa sebelum berhasil menyatukan Nusantara. Meskipun ia adalah salah satu tokoh sentral saat itu, sangat sedikit catatan-catatan sejarah yang ditemukan mengenai dirinya. Wajah sesungguhnya dari tokoh Gajah Mada, saat ini masih kontroversial. Pada masa sekarang, Indonesia telah menetapkan Gajah Mada sebagai salah satu Pahlawan Nasional dan merupakan simbol nasionalisme dan persatuan Nusantara.


Awal karier

Sebuah arca yang diduga menggambarkan rupa Gajah Mada. Kini disimpan di museum Trowulan, Mojokerto.
Tidak ada informasi dalam sumber sejarah yang tersedia saat pada awal kehidupannya, kecuali bahwa ia dilahirkan sebagai seorang biasa yang naik dalam awal karirnya menjadi Begelen atau setingkat kepala pasukan Bhayangkara pada Raja Jayanagara (1309-1328) terdapat sumber yang mengatakan bahwa Gajah Mada bernama lahir Mada sedangkan nama Gajah Mada kemungkinan merupakan nama sejak menjabat sebagai patih. 
Dalam pupuh Désawarnana atau Nāgarakṛtāgama karya Prapanca yang ditemukan saat penyerangan Istana Tjakranagara di Pulau Lombok pada tahun 1894 terdapat informasi bahwa Gajah Mada merupakan patih dari Kerajaan Daha dan kemudian menjadi patih dari Kerajaan Daha dan Kerajaan Janggala yang membuatnya kemudian masuk kedalam strata sosial elitis pada saat itu dan Gajah Mada digambarkan pula sebagai "seorang yang mengesankan, berbicara dengan tajam atau tegas, jujur dan tulus ikhlas serta berpikiran sehat".
Menurut Pararaton, Gajah Mada sebagai komandan pasukan khusus Bhayangkara berhasil memadamkan Pemberontakan Ra Kuti, dan menyelamatkan Prabu Jayanagara (1309-1328) putra Raden Wijaya dari Dara Petak. Selanjutnya di tahun 1319 ia diangkat sebagai Patih Kahuripan, dan dua tahun kemudian ia diangkat sebagai Patih Kediri.
Pada tahun 1329, Patih Majapahit yakni Aryo Tadah (Mpu Krewes) ingin mengundurkan diri dari jabatannya. Dan menunjuk Patih Gajah Mada dari Kediri sebagai penggantinya. Patih Gajah Mada sendiri tak langsung menyetujui, tetapi ia ingin membuat jasa dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan Keta dan Sadeng yang saat itu sedang memberontak terhadap Majapahit. Keta dan Sadeng pun akhirnya dapat ditaklukan. Akhirnya, pada tahun 1334, Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih secara resmi oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi (1328-1351) yang waktu itu telah memerintah Majapahit setelah terbunuhnya Jayanagara.

Sumpah Palapa

Ketika pengangkatannya sebagai patih Amangkubhumi pada tahun 1258 Saka (1336 M) Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang berisi bahwa ia akan menikmati palapa atau rempah-rempah (yang diartikan kenikmatan duniawi) bila telah berhasil menaklukkan Nusantara. Sebagaimana tercatat dalam kitab Pararaton dalam teks Jawa Pertengahan yang berbunyi sebagai berikut
Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa
bila dialih-bahasakan mempunyai arti :
Beliau, Gajah Mada sebagai patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa, Gajah Mada berkata bahwa bila telah mengalahkan (menguasai) Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa, bila telah mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa

Invasi

Walaupun ada sejumlah pendapat yang meragukan sumpahnya, Gajah Mada memang hampir berhasil menaklukkan Nusantara. Dimulai dengan penaklukan ke daerah Swarnnabhumi (Sumatera) tahun 1339, pulau Bintan, Tumasik (sekarang Singapura), Semenanjung Malaya, kemudian pada tahun 1343 bersama dengan Arya Damar menaklukan Bedahulu (di Bali) dan kemudian penaklukan Lombok, dan sejumlah negeri di Kalimantan seperti Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga (Tanjunglingga), Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kendawangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludung, Sulu, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjungkutei, dan Malano.
Pada zaman pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (1350-1389) yang menggantikan Tribhuwanatunggadewi, Gajah Mada terus melakukan penaklukan ke wilayah timur seperti Logajah, Gurun, Sukun, Taliwung, Sapi, Gunungapi, Seram, Hutankadali, Sasak, Bantayan, Luwu, Makassar, Buton, Banggai, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, Wanin, Seran, Timor, dan Dompo.

Dilema

Terdapat dua wilayah di Pulau Jawa yang seharusnya terbebas dari invasi Majapahit yakni Pulau Madura dan Kerajaan Sunda karena kedua wilayah ini mempunyai keterkaitan erat dengan Narrya Sanggramawijaya atau secara umum disebut dengan Raden Wijaya pendiri Kerajaan Majapahit (Lihat: Prasasti Kudadu 1294  dan Pararaton Lempengan VIII, Lempengan X s.d. Lempengan XII  dan Invasi Yuan-Mongol ke Jawa pada tahun 1293) sebagaimana diriwayatkan pula dalam Kidung Panji Wijayakrama.

Perang Bubat

Dalam Kidung Sunda diceritakan bahwa Perang Bubat (1357) bermula saat Prabu Hayam Wuruk mulai melakukan langkah-langkah diplomasi dengan hendak menikahi Dyah Pitaloka putri Sunda sebagai permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk diterima pihak Kerajaan Sunda, dan rombongan besar Kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk melangsungkan pernikahan agung itu. Gajah Mada yang menginginkan Sunda takluk, memaksa menginginkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan pengakuan kekuasaan Majapahit. Akibat penolakan pihak Sunda mengenai hal ini, terjadilah pertempuran tidak seimbang antara pasukan Majapahit dan rombongan Sunda di Bubat; yang saat itu menjadi tempat penginapan rombongan Sunda. Dyah Pitaloka bunuh diri setelah ayahanda dan seluruh rombongannya gugur dalam pertempuran. Akibat peristiwa itu langkah-langkah diplomasi Hayam Wuruk gagal dan Gajah Mada dinonaktifkan dari jabatannya karena dipandang lebih menginginkan pencapaiannya dengan jalan melakukan invasi militer padahal hal ini tidak boleh dilakukan.
Dalam Nagarakretagama diceritakan hal yang sedikit berbeda. Dikatakan bahwa Hayam Wuruk sangat menghargai Gajah Mada sebagai Mahamantri Agung yang wira, bijaksana, serta setia berbakti kepada negara. Sang raja menganugerahkan dukuh "Madakaripura" yang berpemandangan indah di Tongas, Probolinggo, kepada Gajah Mada. Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa pada 1359, Gajah Mada diangkat kembali sebagai patih; hanya saja ia memerintah dari Madakaripura.

Akhir hidup

Disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama bahwa sekembalinya Hayam Wuruk dari upacara keagamaan di Simping, ia menjumpai bahwa Gajah Mada telah sakit. Gajah Mada disebutkan meninggal dunia pada tahun 1286 Saka atau 1364 Masehi.
Hayam Wuruk kemudian memilih enam Mahamantri Agung, untuk selanjutnya membantunya dalam menyelenggarakan segala urusan negara.

Penghormatan

Lukisan kontemporer Gajah Mada karya I Nyoman Astika.
Sebagai salah seorang tokoh utama Majapahit, nama Gajah Mada sangat terkenal di masyarakat Indonesia pada umumnya. Pada masa awal kemerdekaan, para pemimpin antara lain Sukarno sering menyebut sumpah Gajah Mada sebagai inspirasi dan "bukti" bahwa bangsa ini dapat bersatu, meskipun meliputi wilayah yang luas dan budaya yang berbeda-beda. Dengan demikian, Gajah Mada adalah inspirasi bagi revolusi nasional Indonesia untuk usaha kemerdekaannya dari kolonialisme Belanda.
Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta adalah universitas negeri yang dinamakan menurut namanya. Satelit telekomunikasi Indonesia yang pertama dinamakan Satelit Palapa, yang menonjolkan perannya sebagai pemersatu telekomunikasi rakyat Indonesia. Banyak kota di Indonesia memiliki jalan yang bernama Gajah Mada, namun menarik diperhatikan bahwa tidak demikian halnya dengan kota-kota di Jawa Barat.
Buku-buku fiksi kesejarahan dan sandiwara radio sampai sekarang masih sering menceritakan Gajah Mada dan perjuangannya memperluas kekuasaan Majapahit di nusantara dengan Sumpah Palapanya, demikian pula dengan karya seni patung, lukisan, dan lain-lainnya.

http://id.wikipedia.org/wiki/Gajah_Mada

Tugas 03

I.


1. c. Detik  
2. a. strict dan moderate
3. a. Yahoo
4. b. database-nya
5. b. dapat ditambahkan databasenya oleh para pengguna
6. d. semua benar
7. b. Safesearch
8. d. Familyfilter
9. a. tidak dapat menampilkan file PDF
10.a. +
11.a. Gambar/images
12.a. meta tag
13.a. dikecilkan ukurannya sehingga lebih cepat untuk diambil dari internet
14.a. keyword
15.d. cached pages
 
 
II.

1. Google, Yahoo, Wisenut, Altheweb, Altavista.
2. - Didukung dengan kekuatan data basenya yang mengindeks situs-situs di dunia
    - Memiliki kekuatan mesin pencari dan crawler yang kuat
    - Dapat mengindeks situs atau informasi yang tersembunyi di balik firewall
    - Dilengkapi Safesearch 
    - Satu-satunya search engine umum yang menyimpan informasi situs ketika pertama kali mereka di indeks
3. Altavista mampu melakukan operasi Bolean AND, NOT, dan AND NOT.
4. Search engine memungkinkan kita untuk meminta informasi dengan kriteria yang spesifik dan memperoleh daftar file yang memenuhi kriteria tersebut.
5. Untuk mengumpulkan alamat-alamat URL dari website-website yang disusun berdasarkan kategori tertentu agar mudah dipahami.

Tugas 02 (anti copy paste)

BAG 1

1) d. Mozilla firefox
2) d. Refresh
3) d. com
4) c. Mozilla Suite
5) d. Avant browser
6) b. Tool - Internet Option
7) a. History
8) a. Address bar
9) c. Gopher
10) a. Aelnet
11) b. offline
12) c. web browser
13) c. Microsoft PowerPoint
14) a. Windows explorer
15) b. History.


BAG 2

1. microsoft internet explorer,mozilla firefox,opera (browser),nerscape 6, Oregano,amaya,iCab.
2. Uniform Resourch Locator. URL merupakan sebuah mekanisme penanaman halaman WEB,yang memiliki tiga bagian. - Protocol - Alamat IP - Nama untuk mengidentifikasikan hal tertentu.
3. Hypertext Markup Languange (HTML). HTML merupakan standar penulisan untuk membuat doc yang berbasiskan WEB HTTP ( Hypertext Transfer Protocol ) HTTP merupakan sebuah protocol jaringan lapisan aplikasi yang digunakan umtuk sistem informasi terdistribusi, kolaburatif, dan menggunakan hipermedia.
4. Http, Html, LAN,MAN dan WAN
5. Autocompletion, Bookmark, Cascading, Cookie, WEB cache, digital certificate, flash, dan Font,ukuran,warna.

GreenDay in 52nd Grammy Awards